Greenpeace Ungkap Ancaman Tambang Nikel Masih Bayangi Raja Ampat
Greenpeace Indonesia merilis laporan investigasi terbaru yang mengungkap masih adanya ancaman serius dari aktivitas pertambangan nikel di wilayah konservasi Raja Ampat, Papua Barat Daya. Temuan ini muncul meski pemerintah telah mencabut empat dari lima izin usaha pertambangan (IUP) aktif di kawasan tersebut.
Dalam laporan berjudul "Surga yang Hilang?", Greenpeace mencatat terdapat 16 IUP nikel di Raja Ampat—terdiri dari lima izin aktif dan 11 lainnya yang telah dicabut atau kedaluwarsa. Sebanyak 12 di antaranya berada di dalam kawasan Geopark Global UNESCO.
Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, mengatakan terdapat beberapa fakta mengkhawatirkan atas izin tambang di kawasan Geopark Raja Ampat. Salah satunya adalah Tiga izin yang aktif kembali setelah gugatan perusahaan dikabulkan pengadilan.
Baca Juga: IAGI Dukung Pencabutan IUP Nikel di Raja Ampat, Sebut Pengelolaan Sumber Daya Mineral Harus Berkelanjutan
Selain itu, izin pertambangan di Kepulauan Fam yang mencakup destinasi wisata ikonik, Piaynemo, dan adanya keterlibatan sejumlah politically exposed persons (PEPs) dalam perusahaan tambang aktif.
"Rantai pasok bijih nikel yang mengalir ke PT IWIP di Maluku Utara. Rencana pembangunan smelter di Sorong yang dinilai menjadi indikasi lanjutan ancaman tambang," ujar Arie dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (12/6/2025).
Arie menilai pencabutan izin belum menjamin perlindungan menyeluruh bagi ekosistem Raja Ampat.
“Kami khawatir pencabutan izin hanya respons sesaat terhadap tekanan publik. Ancaman tambang belum sepenuhnya hilang,” ujarnya.
Untuk itu, ia mendesak agar izin milik PT Gag Nikel turut dicabut demi perlindungan penuh.
Sementara itu, aktor Angela Gilsha, yang ikut mengunjungi lokasi tambang di Pulau Kawe, menceritakan pengalaman saat dirinya dikejar petugas keamanan tambang ketika mengambil dokumentasi.
Baca Juga: Pemerintah Cabut Izin Tambang Nikel di Raja Ampat, Salah Satunya Perusahaan Keluarga Aguan!
“Kalau ada izinnya, kenapa orang yang datang untuk melihat saja malah diperlakukan seperti itu?” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Pesisir & Pulau Kecil KKP, Ahmad Aris, menegaskan pulau-pulau tempat aktivitas tambang itu tergolong pulau sangat kecil dan dilindungi dari aktivitas eksploitatif.
Menurutnya, karakteristik bentang alam yang didominasi laut sangat rentan terhadap kerusakan.
(责任编辑:休闲)
- PP Presisi Aktif Beri Dampak Sosial Lewat Distribusi Bantuan Pangan
- Terungkap! Ini Kenapa Kuliah PTN di Indonesia Tidak Gratis Seperti di Negara Lain
- FOTO: Thailand Manfaatkan Ular Piton Jadi Alternatif Sumber Protein
- Bos IKN Mundur, Bagaimana Nasib Investor Aguan Cs Selanjutnya
- Heru Budi Tegaskan Program Makan Siang Gratis Gunakan Wadah Ramah Lingkungan
- BPOLBF: Penutupan Taman Nasional Komodo Teknik Manajemen Pengunjung
- Waspada Kecubung Bisa Sebabkan Kematian, Ini Penjelasan Ahli
- SYL Pakai Duit Korupsi untuk Nyicil Alphard
- Jokowi Berikan Gelar Kehormatan untuk Surya Paloh, Luhut, Airlangga, hingga Prabowo
- Ayah Ibu Jangan Cuma Salahkan Gadget, Hadirlah untuk Anakmu!
- AS Tak Gentar, Trump Ngotot Akan Pertahankan Tarif Impor Universal 10%
- 5 Manfaat Tak Terduga Makan Pakcoy dan Efek Sampingnya
- Sanksi Dicabut Trump, Suriah Akhirnya Bisa Rasakan Kembali Trading Kripto di Binance
- Terpukau Swiss dan Impian Indah Nada Puspita Jelajahi Selandia Baru
- Novanto Ajukan PK, Apa Kata KPK?
- Cara Nikmati Hari Libur Tanpa Cemas Jelang Senin, Bye
- Pelabuhan Perikanan Beperan Vital dalam Dukung Ketahanan Pangan Nasional
- Megawati Singgung Kasus Penculikan dan Praktik Nepotisme
- Cara Daftar Jadi Peserta Upacara 17 Agustus 2024, Jangan Sampai Keliru!
- Terungkap! Ini Kenapa Kuliah PTN di Indonesia Tidak Gratis Seperti di Negara Lain